Daylight Saving Time dan Pengaruhnya Terhadap Aktifitas Manusia

Pada tahun 2016, Alhamdulillah berkesempatan untuk menjalankan amanah studi lanjut di kota Aberdeen. Dari sisi geografis Aberdeen berada di Scotlandia, yan gmerupakan bagian dari United Kingdom. Selang studi hingga sekarang, ada satu fenomena menurut saya menarik untuk dibagi. Fenomena itu adalah Daylight Saving Time (DST), atau kalau di sini bisa juga disebut dengan British Summer Time (BST, di artikel ini saya sebutkan BST atau DST secara bergantian). Pastinya pembaca sudah tidak awam dong kalau di negeri empat musim salah satu musim yang terkenal adalah Summer (meski summer, di Aberdeen paling suhu berkisar 17). Nah salah satu cara untuk menikmati summer, orang-orang di sini memajukan jamnya selama 1 jam. Jadi kalau normalnya adalah jam 5 pagi, maka jam dinding mereka diputer tuh jadi jam 6 pagi.

Kok begitu?
Jadi nih, saat summer di belahan bumi utara memiliki jeda waktu matahari terbit dan terbenam lebih lama dari belahan tropik. Sebagai contoh di Aberdeen pada puncak summer tahun 2018 (19 Juni 2018) matahari terbit pada jam 04:12 pagi dan terbenam pada jam 10:11 malam (dalam BST). Nah mengingat durasi yang lama, orang-orang di sini memiliki ide bagaimana kalau jam mereka digeser saat summer, sehingga mereka lebih bisa menikmati tidur dalam gelap, dan menikmati aktifitas keseharian dengan penerangan sinar matahari. Dengan dimajukan 1 jam, orang-orang yang memiliki kesulitan terlelap dalam cahaya terang akan sedikit lebih lama menikmati tidurnya.

Itu sepanjang tahun?
Engga, ada masa awal BST, dan akhir BST. Sebagai contoh di tahun 2018 ini, BST dimulai pada tanggal 25 Maret 2018 jam 01.00 pagi, dan berakhir pada tanggal 28 Oktober 2018 jam 02.00. Bila BST ini berakhir, jam akan dikembalikan sebagaimana mestinnya. Untuk diketahui, selisih UK (sejajar dengan Greenwich Mean Time – GMT) dengan Waktu Indonesia bagian Barat (WIB – GMT+7) secara normal adalah 7 jam. Saat DST berlaku, maka selisih waktu yang dimiliki adalah 6 jam.

Gambar di bawah ini menerikan ilustrasi bagaimana perbedaan selisih waktu WIB dengan GMT pada kondisi DST dan diluar DST.

Efeknya apa bagi orang-orang di sana?
Mengingat jadwal jarum jam dimajukan lebih awal, disatu hari sebelum DST dimulai, kita akam memiliki satu hari dengan durasi 23 jam (25 Maret 2018, DST dimulai pukul 01.00), dan diakhir DST kita akan memiliki satu hari dengan durasi 25 jam (28 Oktober 2018, DST diakhiri pukul 02.00). Meskipun demikian, perbedaan 23 atau 25 jam sehari tidak sangat mencolok mengingat aktifitas lebih banyak dilakukan di siang hari. Namun, dari sini akan berimbas kepada tubuh kita seakan mengalami jetlag ringan, dimana jam biologis kita yang tadinya terbiasa bangun jam 6 pagi (katakanlah), tau-tau pada awal BST kita bangun sudah jam 7 pagi. Kondisi ini mirip kalau kita terbiasa hidup di Bali, terus kemudian terbang karena ada tugas di Jakarta, dan sebaliknya.

Lebih jauh, apabila kita memiliki janji dengan pihak lain seperti supervisor, library, rumah sakit dlsb, kita harus memperhatikan dengan baik apakah jam tangan kita sudah disetting sesuai dengan kesepakatan umum. Saya pribadi pernah mengalami dimana punya janji untuk bertemu kolega pada awal DST di jam 9 pagi namun jam belum disesuaikan. Sudah deh berantakan karena jamnya tidak cocok. Saya datang lebih awal, sedangkan mereka datang lebih akhir. Tara…

Ngaruh ga ke waktu shalat?
Untuk pertanyaan ini jawabannya sangat berpengaruh. Seperti diketahui waktu shalat mengikuti waktu rotasi bumi yang berimbas pada pergerakan matahari. Sebagai contoh, shalat Maghrib dimulai pada saat matahari telah tergelincir di ufuk barat. Nah, mengingat jarum jam digeser 1 jam secara mendadak, sedangkan tidak ada perubahan signifikan pada perputaran matahari, maka jam shalatpun perlu disesuaikan. Gambar di bawah menjelaskan pergeseran pada awal dan akhir DST. Sebagai contoh sebelum DST dimulai, shalat subuh di kota aberdeen mulai pada jam 04.22, dan bergeser sekitar 1 jam menjadi 05.19 pada hari berikutnya. Di akhir DSTpun kondisi sebaliknya terjadi.

Sebentar, sayakan tinggal di Indonesia, apa pengaruhnya?
Secara langsung mungkin rekan-rekan yang tinggal di Indonesia (atau lokasi lain di belahan tropik) tidak akan berpengaruh dengan kondisi DST ini. Namun, bagi rekan-rekan yang sering berinteraksi dengan kolega bisniss, bisajadi rapat akan sedikit bergeser. Sebagai contoh bila di tengah-tengah BST rapat biasa dilakukan pada jam 15.00 WIB (09.00 GMT), maka perlu disesuaikan apakah mengikuti WIB (menjadi 16.00 WIB) atau GMT (08.00).

Efek lain bagi rekan-rekan yang memiliki perjalanan ke lokasi ini (dan sependek pengetahuan saya beberapa negara Eropa) juga harus aware terhadap hal ini. Jika berangkat di Jakarta dengan pemahaman bahwa jeda antara UK dan Jakarta adalah 6 jam (dalam masa BST), namun landing tepat di akhir BST, maka kita harus menggeser jam sesuai dengan waktu yang disepakati di lokal. Dalam beberapa kesempatan kita bisa mendengarkan pengumuman dari pramugari di pesawat, namun bisa jadi mungkin kita terlelap saat pengumuman itu diberikan. Untuk rekan-rekan yang hanya transit, tentunya tidak ingin terlewat jadwal pesawat dong. Meski di papan pengumuman biasanya terpampang jam lokal, namun otak kadang berfikir dengan pola yang berbeda. Jadi ada baiknya berhati-hati.

Semoga mendatangkan manfaat, mohon koreksi apabila terdapat kesalahan.

Agung Toto Wibowo

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *