Ramadhan tahun ini adalah pengalaman Ramadhan ketiga selama di Aberdeen. Dari ketiga-tiganya, semuanya berada di puncak summer. Beberapa dari kawan acap kali menanyakan berapa lama kami berpuasa di Aberdeen? Saya pun menjawab dengan jawaban sebenarnya yakni dengan durasi 19-20 jam. Bukan yang terpanjang di muka bumi Allah, tapi mengingat kebanyakan teman-teman berasal dari Indonesia, mereka tampak terkejut, beberapa melanjutkan lagi dengan pertanyaan lainnya yakni: tidak berat pak/mas? lapar tidak pak/mas?
Sulit tidak?
Ramadhan di musim summer memang memiliki durasi lama. Namun berat dan tidak insyaAllah bergantung dengan niat kita. Alhamdulillah selama menjalani shaum Ramadhan Allah memberikan beberapa kemudahan. Salah satu kemudahan itu adalah summer di Aberdeen yang terletak di ujung belahan utara bumi Allah dikaruniai dengan suhu udara yang sejuk. Kisaran suhu yang ada adalah antara 10-18 derajat celcius. Dengan kondisi ini, kita tidak mudah untuk lapar dan juga haus. Kelembaban yang ada di sini pun tidak selembab di Indonesia. Kondisi berbeda dengan di Indonesia, meskipun kita menjalani shaum dalam durasi 14 jam, namun panas dan gerah menyebabkan reaksi tubuh yang berbeda.
Saat Ramadhan tahun 2016 saya memiliki kesempatan unik yakni rihlah Tour d’UK. Alhamdulillah Allah memberi kemudahan dalam menjalani Ramadhan tersebut. Semoga juga mengkaruniai barakah, rahmah, maghfirah dan menjauhkan dari siksa api neraka.
Apa Tantangannya?
Menurut saya, tantangan shaum selama bulan Ramadhan selain mengendalikan hawa nafsu adalah mengatur ritme tidur dan minum. Sesuai keterangan sebelumnya bahwa jeda makan dan minum yang diperbolehkan adalah 4-5 jam. Lebih tepatnya antara jam 10 malam hingga jam 2 pagi (untuk jeda 4 jam).
Untuk menjaga kebugaran tubuh, kita harus mensiasati bagamana caranya setidaknya intake cairan mendekati 2 liter. Mekanisme tubuh kita memiliki kapasitas minum yang tidak langsung banyak. Bila kita meminum 2 liter langsung, maka bisa dipastikan kita akan kembung, dan ujung-ujungnya cairan tidak dapat terserap dengan sempurna.
Belajar dari pengalaman, yang saya lakukan adalah meminum sedikit demi sedikit, dan mendistribusikan intake cairan dalam jeda waktu yang diperbolehkan. Sebagai contoh saat ifthar, masjid selalu menyediakan buah, dan botol minuman (air/still water). Kita diperkenankan mengambil sebanyak yang kita butuhkan.
Meminumnyapun saya atur yakni: di awal berbuka saya minum sekitar 1 gelas (220ml). Setelah shalat, saya minum sekitar setengah gelas (110ml), dan saat berbuka sekitar setengah gelas (110ml). Dalam durasi berbuka insyaAllah setengah liter telah terminum. Saya sengaja tidak meminum langsung banyak untuk mengoptimalkan proses penyerapan cairan yang ada.
Bila kita shalat tarawih di Masjid, kita juga bisa melakukan hal yang sama. Satu botol ukuran 500ml saya distribusikan ke tiga kesempatan. Masing-masing sekitar 150ml yakni saat awal/akhir shalat isya, setelah 4 rakaat tarawih, dan setelah witir. Total bila kita melakukan hal ini maka sudah 1 liter kita bisa mengkonsumsi cairan.
Sisanya, didistribusikan saat menunggu subuh, dan saat sahur. Di 10 hari terakhir, Aberdeen Mosque and Islamic Centre (AMIC/masjid) memiliki program i’tikaf. Jadi shalat tarawih berakhir sekitar 00.20. Dilanjutkan dengan program pribadi (membaca Quran, berdzikir, atau berdoa). Jam 01.00 hingga 01.30 adalah jadwal shalat tahajjud, dan sisanya adalah jadwal santap sahur. Shalat subuh sekitar jam 02.xx, yang kurang lebih berakhir sekitar 02.45.
Kapan Tidurnya?
Nah ini tantangan berikutnya. Kesempatan tidur di malam hari sedikit berkurang mengingat aktifitas malam (gelap) telah digunakan untuk kegiatan lain. Mau tidak mau proses tidur pun harus difragmentasi. Tidur harus dibagi menjadi beberapa shift, yang terkadang tidak optimal.
Bagi saya perjalanan dari masjid ke rumah sekitar 10 menit. Selesai shalat subuh biasanya kita memiliki rutinitas panggilan alam. jadi normal bisa tidur sekitar pukul 3.15 atau bahkan 03.30. Mengingat saat ini saya bersama keluarga dengan anak-anak yang Alhamdulillah sehat, maka saya tidak bisa tidur terlalu lama. Sekitar pukul 06.00 maksimal mereka sudah aktif beraktifitas. Saya juga harus meluangkan waktu untuk terjaga.
Shift berikutnya biasanya saya lakukan setelah mengantar kakak ke sekolah. Tepat jam 08.45 saya mengantar kakak, dan kembali sekitar jam 09.05. Bila kondisi baik, saya bisa terlelap tidur dari pukul 09.30-12.00. Bila kondisi kurang baik, terkadang saya hanya mendapatkan sekitar 30 menit. Alhamdulillah.
Opsi lain adalah melanjutkan proses hibernasi selepas shalat Ashar. Ashar di musim summer berada pada pukul 18.xx. Alhamdulillah keluarga biasa tertidur antara pukul 19.00-20.00. Bila saya beruntung saya bisa mendapatkan istirahat sekitar 1-1.5 jam.
Di tahun pertama saya mengatur ritme tidur setelah shalat subuh hingga jam 07.00 atau hingga pukul 09.00. Tidurpun dilanjut beberapa jam setelah shalat Ashar. Maklum belum ada yang menemani. 😀
Jadi Bagaimana Aktifitasnya?
Alhamdulillah dalam masa studi saya, saya dikaruniai pembimbing yang sangat mengerti dan menghormati keyakinan seseorang. Di tahun ini beliau menyarankan saya untuk off sekitar 1 bulan, dalam artian fokus ke Ramadhan. Hal ini bertentangan dengan anjuran imam AMIC di awal Ramadhan bahwa untuk syiar Agama, kita tidak diperkenankan menjadikan Ramadhan sebagai alasan untuk tidak produktif.
Mengingat dua alasan itu, saya memilih jalan tengah. Saya hanya melakukan aktifitas kampus dalam porsi tidak 100%. Barangkali kisarannya dalah 20-80% bergantung dengan mood dan kesehatan tubuh. Terkadang setelah mengantar kakak saya langsung ke kampus, atau terkadang pukul 13.00 baru sampai di kampus. Itupun pulang dari kampus antara pukul 17.00-18.00.
Semoga Allah memberikan barakah atas aktifitas kita. Memberikan kita rahmah, maghfirah, dan menjauhkan kita dari siksa api neraka. Aamiin. I will miss this Ramadhan.